Jumat, 01 Mei 2015

MATERI 8/9 : Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

NAMA:ANDREAS VALENTINUS
KELAS : 1EB18
NPM:21214137
Tugas Softskill Gunadarma

Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

8/9.4 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIMPANGAN

 Secara umum faktor-faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi di Indonesia diuraikan sebagai berikut :
1.     Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomoi tinggi cenderung tumbuh pesat, sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah akan cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
      Ada dua (2) masalah utama dalam pembangunan ekonomi nasional selama ini. Yaitu : terutama Jawa, dengan berbagai alasan ekonomis maupun politis atau strategis. Dua, yang dimaksud dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau prosesnya lambat. Hal terakhir ini disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu :
1.     Sebagian besar input untuk berproduksi di impor dari luar, bukanya di supali dari dari daerah. Oleh karena itu, keterkaitan produksi ke belakang atau keterkaitan produksi antara industry hilir (downstream industry) di Jawa dan industry hulu (upstream industry) di luar Jawa sangat lemah.
2.     Sektor-sektor primer di daerah-daerah luar Jawa melakukan ekspor tanpa memprosesnya terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai mendapatkan nilai tambah atau kalau memprosesnya terlebih dahulu di pulau Jawa sehingga Jawa yang menikmati nilai tambahnya.
3.     Kegiatan ekspor yang bersumber dari daeah di luar Jawa (baik primer maupun dari industry hulu atau midstream industry) pada hasil ekspor lebih banyak dinikmati oleh Jawa.
      Jadi, kurang berkembangnya sector industry manufaktur di luar Jawa merupakan salah satu penyebab kesenjagan ekonomi antar Jawa dan wilayah di luar Jawa. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan sebagian besar industry penting di Indonesia, dalam arti kontriusinya yang besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB dan kesempatan kerja, tidak berada di luar Jawa karena keterbatasan-keterbatasan di kawasan tersebut, seperti pasar local kecil, infrastruktur terbatas, dan kurang sumber daya manusia; walaupun banyak provinsi di wilayah tersebut, seperti DI Aceh, Riau, Kalimantan, dan Irian Jaya, memiliki sumber daya yang cukup.

2.     Alokasi Investasi
      Indikator lain yang juga menunjukkan pola serupa seperti pola distribusi nilai tambah (NT) industry antar provinsi adalah distribusi investasi langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (penanaman modal asing-PMA) maupun dari dalam negeri (penanaman modal dalam negeri-PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industry manufaktur.
3.     Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
      Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi, seperti tenaga kerja dan capital, antar provinsi juga merupakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Dasar teorinya adalah sebagai berikut. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar provinsi membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar provinsi sejak perbedaan tersebut, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan iput bebas (tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya sebagai akibat dari suatu kebijakan pemerintah), mempenagruhi mobilitas atau re alokasi faktor produksi antar provinsi. Sesuai teori dari A. Lewis yang  dengan unlimited supply of labor, jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan lebih baik (dalam pengertian Pareto optimal: semua daerah mengalami better off).
4.     Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antar Provinsi
      Dasar pemikiran “klasik” sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alamnya. Dalam arti sumber daya harus dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Untuk maksud ini diperlukan faktoro-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia.
      Jadi, dengan semakin pentingnya oenguasaan teknologi dan peningkatan sumber daya manusia, faktor endowments lambat laun akan tidak relevan lagi. Bukti menunjukkan bahwa Negara-negara naju di Asia Tenggara dan Timur, seperti, Jepang, Korea Selatan, Taiwan , dan Singapura, adalah Negara-negara yang sangat miskin sumber daya alam. Pengalaman mereka menujukkan bahwa faktor-faktor di luar sumber daya alam jauh lebih penting dalam menentukan maju tidaknya pembangunan ekonomi di suatu wilayah.
5.     Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah
      Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia, disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis antar provinsi, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesejahteraan yang baik, disiplin yang tinggi, dan etos kerja yang tinggi merupakan asset penting bagi produksi.
6.     Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi
      Kurang lancarnya perdagangan antar daerah (intra-regional trade) juga merupakan unsure yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan antar provinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, bahan baku, material-material lainnya untuk produksi, dan jasa. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah  pembangunan dan pertumuhan ekonomi suatu provinsi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, kelangkaan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan pasar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi local yang sifatnya komplementer dengan barang dan jasa tersebut (misalnya antara pembelian motor yang diimpor dari provinsi lain dan permintaan terhadap topi pengaman (helm) yang diproduksi local) atau yang sifatnya pendukung (misalnya bengkel atau jasa reparasi motor). Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya mendapatkan barang modal, seperti mesin dan alat-alat transportasi, input perantara, dan bahan baku atau material lainnya, dapat menyebabkan kegiatan ekonomi di suatu provinsi lumpuh atau tidak beroperasi secara optimal, yang selanjutnya berarti pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita provinsi tersebut rendah

Sumber referensi:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar