News
Ekonomi/bisnis
GULA RAFINASI BANJIR ,PRODUSEN LOKAL GELISAH
BANDARLAMPUNG, KOMPAS.com - Maraknya pasokan gula rafinasi di
pasar ritel membuat harga gula lokal anjlok dan menimbulkan kegelisahan petani
di Lampung. Produsen gula lokal mengeluhkan kondisi ini.
Menurut Manager Umum dan Keuangan PT Gunung Madu Plantation (GMP) Provinsi
Lampung Gunamarwan pada Jumat (14/11/2014) harga gula dari produsen lokal saat
ini berada di level terendah sepanjang tahun ini, yakni berkisar antara Rp
8.300 sampai Rp 8.400 per kilogram, padahal sebelumnya mencapai Rp
10.100/kilogram.
"Bayangkan saja, berkurangnya harga jual hanya Rp 2000 saja dan dikalikan
sekitar 200 juta ton, sudah berapa miliar petani harus kehilangan pendapatan.
Kami saja pihak perusahaan merasa tertekan dengan adanyak kebijakan ini,
apalagi petani. Sementara ongkos produksi tidak berkurang malah cenderung naik,
tapi harga justru mengalami penurunan," kata dia.
Ia menjelaskan, produksi gula lokal dirasakan mulai menurut sejak tahun 2013
yakni mencapai 181.451 ton kemudian tahun 2014 sedikit mengalami peningkatan
yakni 195.002 ton. "Meskipun meningkat tetap saja angka tersebut masih
jauh dari produksi gula pada tahun 2008 yang mencapai sekitar 218 ribu
ton," ujar dia.
Sebelumnya pada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan kebijakan impor gula
rafinasi yang mencapai sekitar 5 juta ton, sedangkan kebutuhan konsumsi gula
secara nasional hanya mencapai 2,9 juta ton.
Gula rafinasi harusnya diperuntukan industri makanan dan minuman tapi malah
membanjiri pasar masyarakat hingga bertampak pada penumpukan stok barang di
gudang-gudang gula.
"Pada pemerintahan baru Jokowi dan JK kami berharap ada keseimbangan
pasokan, demi menjaga kestabilan dunia usaha," ujar Gunamarwan.
Keterangan:
Gula rafinasi (bahasa Inggris: refined sugar) atau
gula kristal putih adalah gula mentah yang telah mengalami proses pemurnian
untuk menghilangkan molase sehingga gula rafinasi berwarna lebih putih
dibandingkan gula mentah yang lebih berwarna kecokelatan. Gula mentah
atau gula kristal mentah adalah sukrosa yang dibuat dari tebu atau bit melalui
proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi sebelum melalui proses
pemurnian untuk menghasilkan gula rafinasi atau gula kristal putih.Gula
rafinasi banyak digunakan untuk kebutuhan industri karena mutu gula rafinasi
lebih tinggi (dengan ICUMSA di bawah 300) dibanding gula mentah (dengan ICUMSA
di atas 1.500)
sumber: Harian Kompas,Jumat 14 november 2014
Menurut Manager Umum dan Keuangan PT Gunung Madu Plantation (GMP) Provinsi Lampung Gunamarwan pada Jumat (14/11/2014) harga gula dari produsen lokal saat ini berada di level terendah sepanjang tahun ini, yakni berkisar antara Rp 8.300 sampai Rp 8.400 per kilogram, padahal sebelumnya mencapai Rp 10.100/kilogram.
"Bayangkan saja, berkurangnya harga jual hanya Rp 2000 saja dan dikalikan sekitar 200 juta ton, sudah berapa miliar petani harus kehilangan pendapatan. Kami saja pihak perusahaan merasa tertekan dengan adanyak kebijakan ini, apalagi petani. Sementara ongkos produksi tidak berkurang malah cenderung naik, tapi harga justru mengalami penurunan," kata dia.
Ia menjelaskan, produksi gula lokal dirasakan mulai menurut sejak tahun 2013 yakni mencapai 181.451 ton kemudian tahun 2014 sedikit mengalami peningkatan yakni 195.002 ton. "Meskipun meningkat tetap saja angka tersebut masih jauh dari produksi gula pada tahun 2008 yang mencapai sekitar 218 ribu ton," ujar dia.
Sebelumnya pada tahun 2012, pemerintah mengeluarkan kebijakan impor gula rafinasi yang mencapai sekitar 5 juta ton, sedangkan kebutuhan konsumsi gula secara nasional hanya mencapai 2,9 juta ton.
Gula rafinasi harusnya diperuntukan industri makanan dan minuman tapi malah membanjiri pasar masyarakat hingga bertampak pada penumpukan stok barang di gudang-gudang gula.
"Pada pemerintahan baru Jokowi dan JK kami berharap ada keseimbangan pasokan, demi menjaga kestabilan dunia usaha," ujar Gunamarwan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar